Makalah Terapi SEFT
MAKALAH
TERAPI
SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
(SEFT)

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : MIRMAWATI
NIM : 012018108
STIKES KURNIA JAYA
PERSADA PALOPO
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Makalah yang berjudul “Terapi
Spiritual Emotional Freedom Technique” disusun untuk memenuhi tugas
Keperawatan Paliatif dan menjelang ajal.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tanpa adanya bimbingan, dorongan,
motivasi, dan doa, makalah ini tidak akan terwujud. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen mata
kuliahKeperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal yang telah membimbing dalam
kegiatan belajar mengajar serta Semua pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan makalah
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari
makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun informasi yang
terkandung di dalam makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan
datang.
Palopo,
18 Februari 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan pertumbuhan
sel baru yang memiliki sifat poliferasi lebih cepat dengan pertumbuhan yang
progresif serta pola penyebarannya tidak teratur (Smeltzer, 2002). Menurut
Smeltzer dan Bare, 2002 sel neoplasma ganas terjadi karena adanya mutasi
genetik dari DNA seluler dan perubahan ini disebabkan oleh suatu agen
karsinogenik yang dapat berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari.
Di seluruh dunia diperkirakan
7,9 juta orang meninggal akibat kanker (WHO,2007). Penderita baru setiap
tahunnya terdapat 190-200 ribu di Indonesia. Dalam catatan pada tahun 2007
pasien kanker yang berada di rawat inap RSU Dr. Soetomo Surabaya, urutan
terbanyak adalah kanker serviks sebanyak 339 pasien, sedangkan yang berkunjung
di instalasi rawat jalan di Poliklinik Paliatif pada bulan November 2008
sebanyak 250 pasien dengan kasus terbanyak adalah kanker serviks 67 pasien.
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan oleh mahasiswa calon Ners STIKES Mataram dari tanggal 4-9
Februari 2013 sebagian besar pasien di Ruang Dahlia mengeluh nyeri. Hal ini
tentunya harus ditangani dengan ilmu keperawatan dan tindakan kolaboratif.
Tanda dan gejala yang dialami
penderita kanker merupakan masalah yang kompleks, antara lain adalah
malnutrisi, gangguan sensasi nyeri dan infeksi . Salah satu gejala pada
penderita kanker adalah nyeri yang dapat bersifat ringan, sedang sampai menjadi
berat. Hal ini juga yang menjadi gejala yang paling ditakuti pasien karena
menjadi faktor utama dalammengalami penurunan kualitas hidupnya. Sebagian besar
pasien kanker akan mengalami gangguan perasaan nyeri dalam perjalanan hidupnya
(Smeltzer, 2002).
Nyeri adalah sensor yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan dan menyertai
kerusakan jaringan secara actual maupun potensial (IASP, 2007). Nyeri pada
penderita kanker desakan langsung dari tumor yang mengenai system saraf
sejumlah 80% kasus terjadi karena hal ini dan nyeri yang disebabkan oleh
pengobatan anti kanker sebanyak 15-19% sedangkan nyeri yang tidak berhubungan
dengan kanker atau dengan pengobatannya sekitar 3-5%. Nyeri kanker tidak saja
bersumber dari kerusakan fisik dengan dikeluarkan zat kimia dari sel namun
diperberat oleh faktor nonfisik berupa psikologis, social budaya dan spiritual
(Tanra,2002).
Perawatan penyakit kanker maka
terapi untuk nyeri mendapat prioritas salah satunya diperlukan strategi dalam
pengelolaan nyeri pada pasien kanker antara lain asuhan paliatif terpadu yang
berfokus pada pasien dan keluarga. Penatalaksanaan nyeri yang tidak tepat dan
tidak akurat akan menimbulakan resiko komplikasi, menambah biaya perawatan,
memperpanjang hari rawat serta memperlama proses penyembuhan secara holistic,
dampak lain akibat nyeri tersebut adalah menghambat kualitas hidup dan depresi
(Avidan, 2003).
Intervensi yang dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi nyeri
meliputi pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pemberian intervensi
farmakologi dengan pemberian
analgetik merupakan terapi modalitas dalam memberikan sejumlah medikasi.
Pemberian dengan analgetik mampu meningkatkan ambang batas nyeri sehingga
rangsang nyeri pada pasien tidak dipersepsikan sebagai suatu ancaman (Djumhuri,
1995). Namun kenyataannya, hal ini terkait dengan efek samping dan perasaan
nyeri yang tidak mereda serta bahaya komplikasi maka perlu adanya intervensi
yang lebih aman (IASP, 2007)
Intervensi non farmakologi merupakan
terapi pelengkap dalam mengurangi dan mengontrol nyeri, intervensi ini dapat
mencakup intervensi fisik dan perilaku kognitif. Dalam mengurangi nyeri pada
kanker salah satu teknik yang dapat digunakan Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) sebagai satu teknik yang bermula dari teknik Emotional Freedom
Technique (EFT). SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energy tubuh
(energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping
pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Penggunaan titik-titik jalur energi
meridian pada nyeri kanker dapat dijelaskan secara Neuro-Fisiologi dari sistem
meridian akupuntur analgesia. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh kober
dalam mengurangi nyeri pada kasus luka. Dalam artikel cancer pain treatment
yang dilakukan Craig juga melakukan EFT pada pasien kanker payudara yang
menunjukkan penurunan skala nyeri (Mangku, 2002).
Sesuai dengan teori gate
control, perangsangan titik pada jalur meridian merupakan rangsangan yang akan
diteruskan melalui serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter besar
(penghantar impuls lebih cepat) menuju saraf spinal atau kranial menuju ke
kornu posterior medulla spinalis. Dalam medulla spinalis, Substantia Gelatinosa
akan bekerja sebagai “GateControl”, yang akan menyesuaikan rangsangan serta
mengaturnya sebelum diteruskan oleh serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi.
Agar dapat mempengaruhi serta menutup “Gate Control”, rangsangan yang
diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta tersebut harus mempunyai frekuensi tinggi
dan intensitas yang rendah. Rangsangan nyeri yang dihantarkan oleh serabut
saraf tersebut dapat tertahan dan tidak diteruskan ke sel-sel transmisi,
sehingga tidak diteruskan ke pusat nyeri (Perry & Potter, 2006).
Selain itu teknik ini juga
dapat membantu pasien untuk lebih mandiri dalam mengurangi keluhan nyeri karena
tidak bergantung pada orang lain, relative cepat serta tidak memiliki risiko
yang membahayakan (Zainuddin,2007). Hal ini dapat menjadi solusi alternative
dalam mengurangi rasa nyeri pada pasien kanker karena konsep ini akan sinergis
dengan “ self care theory yangdisampaikan oleh dorothea orem sehingga perawat
dapat membantu kebutuhan pasien sebagai support educative dalam mengurangi
keluhan nyeri dari penyakit kanker (Hakam, 2009).
Berdasarkan paparan diatas,
sekiranya terapi SEFT ini dapat diusulkan menjadi salah satu intervensi yang
bisa dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri pasien Kanker di RSUD Praya
Lombok Tengah.
B. Rumusan MasalahBagaimana efektivitas Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien?
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui pentingnya SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENGURANGI RASA NYERI PASIEN.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat praktis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pengembangan ilmu keperawatan khususnya perawat Ruang Dahlia tentang penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien
2. Manfaat teori
Meningkatkan pemahaman bagi mahasiswa keperawatan dan perawat tentang penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri
1.
Definisi
Nyeri merupakan pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau
ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu
gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen
subjektif (aspek emosional dan psikologis) (Perry and Potter 2006).
Nyeri Kanker adalah perasaan
tidak nyaman yang menyangkut fisik dan emosi yang terjadi akibat kerusakan
jaringan. Nyeri tersebut dapat bersifat akut (kurang dari 1 bulan) dan dapat
bersifat kronik (Lebih dari 3 -6 bulan). Salah satu penyebab nyeri kronik
adalah kanker dan nyerinya bersifat nosiseptik, neropatik atau kombinasi
nosiseptik - neropatik. Nyeri kanker dapat terjadi akibat faktor fisik yaitu
kankernya sendiri (langsung, tidak langsung, bersamaan, pengobatan kanker) dan
faktor psikologis (cemas, marah, depresi) (Benzon, 2005).
2. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dapat
diklasifikasikan menjadi (Nicholas and Wilson, 2001) :
a. Nyeri Somatik
Nyeri somatik dapat disebabkan
oleh invasi neoplastik pada tulang, sendi, otot dan jaringan penyambung. Massa
tumor menghasilkan dan menstimulasi mediator inflamatorik lokal, yang
menyebabkan stimulasi nosiseptor perifer yang terus berlangsung.
Sumber nyeri somatic yang lain
yaitu fraktur tulang, spasme otot sekitar area tumor, nyeri insisi setelah
pembedahan, dan sindrom nyeri akibat radio/kemoterapi. Sindroma nyeri somatik
yang paling banyak adalah akibat invasi sel tumor pada tulang. Nyeri tulang
bisa bersifat akut, kronik atau insidentil. Sifatnya terlokalisasi dengan
jelas, intermitten atau konstan dan dideskripsikan sebagai nyeri
berdenyut-denyut, tercabik, seperti digerogoti, menyebabkan reaksi lokal, dan
diperberat oleh gerakan atau beban.b
b. Nyeri Viseral
Nyeri viseral bersifat difus
dan sulit dilokalisir, dan kadang dialihkan oleh nyeri struktur nonviseral yang
lain, sehingga sumber nyeri sebenarnya sulit dijelaskan. Nyeri viseral kadang
disalah artikan sebagai nyeri kutaneus. Nyeri bahu, dihasilkan oleh iritasi
diafragma akibat penyakit pada pleura, adalah contoh nyeri alih kutaneus dari
nyeri viseral. Nyeri viseral kadang disertai refleks otonom seperti mual.
Nyeri viseral dimediasi oleh
nosiseptor tersendiri pada sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal,
dan urogenitalia, yang dideskripsikan sebagai nyeri yang dalam, menekan, kolik,
dan diteruskan ke daerah kutaneus yang nyeri. Nyeri alih ini dianggap sehubungan
dengan fakta bahwa struktur somatik dan viseral memiliki innervasi ganda dengan
serabut saraf yang umum. Serabut saraf ini bertemu pada kornu dorsalis medulla
spinalis.
c. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik dihasilkan
oleh kerusakan atau inflamasi sistem saraf, baik perifer maupun sentral. Nyeri
neuropatik dicirikan oleh nyeri seperti terbakar dengan rasa tertusuk-tusuk
yang intermitten, hiperalgesia dan allodinia. Hubungan antara mekanisme dan
gejala klinis agak kompleks. Mekanisme yang mendasari mungkin berbeda untuk
beberapa simptom, sementara beberapa mekanisme bisa memperlihatkan gejala
klinis yang berbeda. Lesi nervus perifer oleh karena tumor, pembedahan atau
kemoterapi merupakan tipe yang paling sering dari nyeri neuropati pada
penderita kanker.
B. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
1. Definisi SEFT
SEFT adalah sebuah metode yang
menggunakan dasar sistem energi tubuh dalam menghilangkan masalah-masalah fisik
maupun emosi secara cepat (Zainuddin, 2007). Sedangkan menurut Mulyo (2007) dalam
Sutjahjo (2003) SEFT merupakan sebuah metode untuk mengatasi masalah yang
dikembangkan sesuai dengan sifat manusia, yaitu dirancang untuk memenuhi sisi
spiritual yang melekat pada setiap orang. SEFT sendiri merupakan kombinasi dari
dua kekuatan Energy Psychology dengan Spritual Power dengan menggunakan metode
tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT ini berfokus pada kata
atau kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme teratur serta
sikap pasrah kepada Tuhan sesuai keyakinan pasien (Zainuddin, 2007).
2. Cara Melakukan SEFT
Cara melakukan SEFT untuk
mengatasi masalah nyeri kronis pada pasien kanker dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu: The Set-Up, The Tune-in dan The Tapping (Zainuddin, 2007). Ketiga
tahapan ini merupakan tahap-tahap yang cukup sederhana dan diakhir tahap ini
ada tapping yang dilakukan di 18 titik tertentu pada tubuh.
1. The Set-Up
The Set-Up bertujuan untuk
memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan dengan tepat. Langkah ini
dilakukan untuk menetralisir Psychological Reversal atau perlawanan psikologis
(biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif).
Contoh Psychological Reversal ini diantaranya:
a. Saya tidak termotivasi untuk hidup lama
b. Saya menyerah, saya tidak mampu menahannya
c. Saya cemas dengan kondisi saya saat ini
d. Saya stres, dengan nyeri yang terasa terus menerus
Jika keyakinan atau pikiran
negatif seperti contoh di atas terjadi, maka obatnya adalah berdo’a dengan
khusyu’, ikhlas, dan pasrah:“Ya Tuhan... meskipun saya... (perihal yang
dikeluhkan), saya ikhlas menerima sakit/ masalah saya ini, saya pasrahkan
pada-Mu kesembuhan saya”
Kata-kata di atas disebut The
Set-Up Words, yaitu beberapa kata yang perlu diucapkan dengan penuh perasaan
untuk menetralisir Psychological Reversal (keyakinan dan pikiran negatif).
Dalam bahasa religius, the set-up words adalah do’a kepasrahan kepada Tuhan.
The Set-Up sebenarnya terdiri
dari dari 2 aktivitas, yang pertama adalah mengucapkan kalimat seperti di atas
dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali. Dan yang kedua
adalah, sambil mengucapakan kalimat set-up dengan penuh perasaan, dilakukan
penekanan pada dada tepatnya di bagian “Sore Spot” (titik nyeri = daerah di
sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit) atau mengetuk dengan dua
ujung jari di bagian “Karate Chop”.
Setelah dilakukan penekanan
pada titik nyeri atau mengetuk karate chop sambil mengucapkan kalimat set-up
seperti di atas, maka dilanjutkan pada langkah kedua, the tune-in.
2. The Tune-In
Tune-in dilakukan dengan cara
merasakan rasa sakit yang di alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa
sakit, dibarengi dengan hati dan mulut mengatakan, “Ya Allah saya ikhlas,
sayapasrah ...” atau Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya
pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya”.
Contoh tune-in pada pasien yang
nyeri selama menderita kanker :Seorang pasien yang mengalami snyeri dengan
kanker yang dideritanya diminta untuk memikirkan nyeri yang dirasakan. Ketika
terjadi reaksi negatif (khawatir, cemas atau takut) hati dan mulut mengatakan,
“Ya Allah..saya ikhlas.. saya pasrah”
Bersamaan dengan tune-in
dilakukan pula langkah ketiga yaitu the tapping. Pada proses inilah (tune-in
yang dibarengi tapping) emosi negatif atau rasa sakit fisik dapat dinetralisir.
3. The Tapping
Tapping adalah mengetuk ringan
dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh sebanyak kurang lebih
7 kali ketukan, sambil terus melakukan tune-in. Titik-titik ini adalah
titik-titik kunci dari “The Major Energy Meridians”, yang jika diketukan
beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa
sakit yang dirasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan
seimbang kembali. Titik-titik untuk melakukan tapping adalah sebagai berikut:
a. Daerah kepala:
1. Crown Point (CR): pada titik
dibagianatas kepala
2. Eye Brown (EB): pada titik permulaan alismata
3. Side of Eye (EB): di atas tulang disamping mata (lateral
canthus)
4. Under the Eye (UE): 2 cm dibawah kelopak mata
5. Under the Nose (UN): tepat di bawah hidung
6. Chin Point (CH): di anatara dagu dan bagian bawah bibir
b. Daerah dada:
1. Collar Bone (CB): di ujung
tempatbertemunya tulang dada, collarbone dan tulang rusuk pertama
2. Under the Arm (UA):
dibawahketiak sejajar denganputing/nipple
3. Bellow Nipple (BN): 2,5 cm dibawah puting/nipple
c. Daerah tangan:
1. Inside of Hand (IH): di bagiandalam tangan yang
berbatasandengan telapak tangan
2. Outside of Hand (OH): di bagian luar tangan yang
berbatasandengan telapak tangan
3. Thum Point (Th): Ibu jari disamping luar bagian bawah kuku
4. Index Finger (IF): Jari telunjuk di samping luar bagian bawah
kuku (bagianyang menghadap ibu jari)
5. Middle Finger (MF): jari tengahsamping luar bagian bawah
kuku(bagian yang menghadap ibu jari)
6. Ringer Finger (RF): Jari manis disamping luar bagian bawah kuku
(bagian yang menghadap ibu jari)
7. Baby Finger (BF): di jari kelingking disamping luar bagian
bawah kuku (bagian yang menghadap ibu jari)
8. Karate Chop (KC): disamping telapak tangan, bagian yang
digunakan untuk mematahkan balok
9. Gamut Spot (GS): di antar ruas tulang jari kelingking dan jari
manis
Keterangan: Khusus pada titik Gamut Spot ini, sambil men-tapping
titik tersebut dilakukan The 9 Gamut Procedure. Ini adalah 9 gerakan untuk merangsang
otak. Sembilan gerakan itu adalah:
1. Menutup mata
2. Membuka mata
3. Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah
4. Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah
5. Memutar bola mata searah jarum jam
6. Memutar bola mata berlawanan jarum jam
7. Bergumam dengan berirama selama 3 detik
8. menghitung 1, 2, 3, 4, 5
9. Bergumam lagi selama 3 detik
Setelah menyelesaikan 9 Gamut
Procedure, langkah terkahir adalah meng-ulangi lagi tapping dari titik pertama
hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Kemudian diakhiri dengan mengambil
nafas panjang dan menghembuskannya, sambil mengucap rasa syukur
(Alhamdulillah).
C. Kunci Keberhasilan SEFTAda 5 hal yang harus diperhatikan agar SEFT yang dilakukan efektif. Lima hal ini harus dilakukan selama proses terapi, mulai dari Set-Up, Tune-In, hingga Tapping. Jika salah satu atau beberapa dari kelima hal ini diabaikan, maka SEFT tidak akan efektif bahkan terapi yang dilakukan juga bisa gagal. Kelima hal tersebut adalah yakin, khusyu’, ikhlas, pasrah dan syukur (Hamka, 2009).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisa Jurnal
Teknik SEFT ini dikembangkan
dari EFT yang bersumber dari energi terapi. Pengembangan teknik ini meliputi
gabungan teknik relaksasi yangmemiliki unsur meditasi dengan melibatkan faktor
kepasrahan dan keyakinan. SEFT merangsang titik-titik kunci pada sepanjang
jalur energi (energi meridian) tubuh, selain menggunakan unsur spiritual juga
lebih aman, lebih cepat dan lebih sederhana denganmenggunakan ketukan ringan
(tapping). Pada tahap Tune In dalam SEFT yaitu dengan melakukan pengulangan
secara verbal kepasrahannya secara spiritual dapat menghambat impuls noxius
pada sistem kontrol desending (gate control theory) (Craven, 2007).
Penggunaan titik-titik jalur
energi meridian pada nyeri kanker dapat dijelaskan secara Neuro-Fisiologi dari
sistem meridian akupunktur analgesia. Sesuai dengan teori gate control,
perangsangan titik pada jalur meridian merupakan rangsangan yang akan
diteruskan melalui serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter besar
(penghantar impuls lebih cepat) menuju saraf spinal atau kranial menuju ke
kornu posterior medulla spinalis. Dalam medulla spinalis, Substantia Gelatinosa
akan bekerja sebagai “Gate Control”, yang akan menyesuaikan rangsangan serta
mengaturnya sebelum diteruskan oleh serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi.
Agar dapat mempengaruhi serta menutup “Gate Control”, rangsangan yang
diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta tersebut harus mempunyai frekuensi
tinggi dan intensitas yang rendah. Rangsangan nyeri yang dihantarkan oleh serabut
saraf tersebut dapat tertahan dan tidak diteruskan ke sel-sel transmisi,
sehingga tidak diteruskan ke pusat nyeri (Perry and Potter, 2006). Dengan
melakukan tapping pada salah satu titik sistem meridian sehingga peranan
endorfin (endogenous opiod subtance) yang merupakan substansi atau
neurotransmitter menyerupai morfin yang akan dihasilkan tubuh secara alamidapat
dikeluarkan oleh periaqueductal grey matter. Keberadaan endorphin pada sinaps
sel-sel saraf mengakibatkan penurunan sensasi nyeri (Smeltzer & Bare,
2002).
Pengaruh NSAID adalah untuk
menghambat enzim siklooksigenase dan akibatnya akan menghambat sintesa
prostaglandin. NSAID membuat siklooksigenase tidak aktif, dimana tugas
siklooksigenase ini adalah mengkatalisa pembentukan siklik endoperoksida dari
asam arakhidonat (Zainuddin, 2007).
B. Efektivitas SEFT sebagai terapi Non Farmakologis yang
Holistik Terhadap Penurunan Nyeri
Banyak intervensi keperawatan
nonfarmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Seperti yang
diketahui bahwa terapi nonfarmakologis tidak memiliki efek samping yang
berbahaya bagi fisik sehingga baik digunakan untuk membantu menurunkan respon
negatif tubuh klien. Salah satunya kombinasi terapi nonfarmakologis dan obat
analgetik yang merupakan cara paling efektif untuk menghilangkan nyeri. Saat
ini juga banyak tuntutan pasien untuk diperlakukan sebagai manusia utuh, dan
keperawatan memberikan solusinya yaitu menawarkan model keperawatan holistic
(Craven, 2007).
Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) merupakan teknik nonfarmakologis yang holistik dalam
penanganan nyeri. Terapi ini merupakan perpanjangan dari terapi akupuntur
karena memiliki teknik penekanan yang sama pada pelaksanaanya. Saat ini
akupuntur memiliki turunan yang dikenal dengan Energy Pshycology yang memiliki
persamaan dalam sistem energymeridian yang berjumlah 12 jalur energy. Salah
satu terapi energy pshycology ini adalah SEFT (Hamka 2009).
Perbedaannya, SEFT lebih
memiliki segi sasaran yang lengkap atau holistik yaitu psikososiospiritual yang
dieksplorasi oleh klien secara mandiri. Selain dapat memanajemen nyeri, SEFT
juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi psikologis atau emosional
klien, dalam hal ini lebih ke tingkat stress terhadap nyeri yang dialami. Pada
pasien kanker yang memiliki tingkat nyeri cukup tinggi pada fase awal penyakit
sampai pertengahan dan diikuti dengan prognosis penyakit yang dapat secara
tiba-tiba menurun akan menekan efek emosional atau psikologis klien dalam
menghadapi kondisi tersebut. Efek psikologis yang ditimbulkan ini akan
meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri, sehingga ambang respon nyeri yang
tinggi dapat membuat klien sulit untuk merasakan nyeri yang berkurang setelah
diberikan terapi (Zainuddin, 2007) .
Metode SEFT ini cukup efektif
jika diterapkan pada pasien yang mengalami nyeri disertai dengan tingkat
emosional yang terganggu. Metode SEFT ini lebih mengajarkan pada klien untuk
menekankan keyakinan positif dalam dirinya untuk dapat mengontrol nyeri. Metode
ini tidak lepas dari segi spiritual pasien. Dengan semakin tingginya tingkat
keyakinan pasien maka semakin tinggi pula kesempatan untuk berkurangnya tingkat
nyeri klien dan akan bertahan lama jika pasien mempertahankan untuk melakukan tindakan
ini (Zainuddin, 2007). Metode SEFT dapat dijadikan penguatan terhadap klien
yang mengalami nyeri karena penyakit kronis yang akan dirasakan lebih lama
bahkan setelah pulang dari rumah sakit. Oleh karena itu SEFT
dapatdirekomendasikan sebagai terapi kombinasi dalam discharge planning pasien.
Sehingga pasien dan keluarga dapat melanjutkan terapi ini secara mandiri di
rumah (Zainuddin, 2007) .
Pasien dengan penyakit kronis
yang mengalami nyeri memerlukan perawatan khusus yang meliputi
psikososiospiritualnya. Namun untuk di tingkat rumah sakit biasanya penatalaksanaan
nyeri kronis ini masih belum maksimal dan lebih terpusat pada penatalaksanaan
secara lokal yang sebenarnya efek hilangnya rasa nyeri hanya bersifat sementara
atau reversibel. Untuk itu perlu dipertimbangkan juga efek positif dari metode
SEFT terhadap penurunan nyeri dan perbaikan kondisi psikologis klien dengan
penyakit kronis seperti kanker dalam penyusunan discharge planning (Zainuddin,
2007) ..
C. Implikasi Keperawatan pada Penerapan SEFT terhadap nyeri
kanker
Dengan mengetahui intervensi
non farmakologis yaitu SEFT pada nyeri kanker, perawat dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut (Hamka, 2009):
1. Perawat sebagai edukator,
memberikan pengetahuan kepada sesama perawat atau tenaga kesehatan lain dalam
penerapan intervensi non farmakologis untuk mengurangi nyeri pada penderita
kanker secara berkelanjutan. Selain itu, pengetahuan dapat diberikan kepada
pasien untuk mengurangi kebergantungan pasien pada terapi analgetik.
2. Perawat sebagai pelaksana,
memberikan pelayanan keperawatan secara profesional dalam penatalaksanaan nyeri
pada penderita kanker dalam menerapkan SEFT sebagai salah satu intervensi
keperawatan disamedikasi yang dilakukan oleh penderita.
3. Perawat sebagai supervisor,
memberikan pengawasan dan pendampingan kepada perawat pelaksana dalam penerapan
prosedur SEFT dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Selain itu perawat disini
juga sebagai agen pembaharu dalam pemberian intervensi secara holistik kepada
penderita kanker, dimana diharapkan dapat diterapkan di Rumah Sakit Umum Daerah
Praya Lombok Tengah.
Peran perawat dalam penerapan
SEFT adalah sebagai pelaksana yaitu memberikan intervensi SEFT untuk membantu
mengurangi nyeri kanker pada penderita kanker. Dengan menerapkan SEFT disamping
terapi farmakologis yang diberikan, dapat menjadi intervensi holistik perawat
dalam membantu mengurangi nyeri kanker dengan mengevaluasi nyeri kanker yang
dialami. Edukasi mengenai SEFT juga penting diberikan kepada pasien agar proses
penerapannya dapat dengan mudah diterima dan manfaatnya dapat dirasakan pasien
(Zainuddin, 2007) .
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kanker adalah adalah
penyakit kronik yang memiliki gejala atau manifestasi nyeri pada area kanker
dan organ visceral. Nyeri yang sering kali hebat dan sulit ditangani akibat
terkenanya saraf.
2. Nyeri pada pasien atau
penyakit kronis akan bertahan lama dan dapat menimbulkan respon psikologis yang
negatif sehingga perlu dilakukan tindakan yang dapat memanajemen nyeri serta
psikososiospiritual.
3. Untuk mengurangi nyeri pada
pasien perlu dilakukan penatalaksanaan multidimensional baik secara
farmakologis maupun nonfarmakologis. Kombinasi penatalaksanaan ini sangat
direkomendasikan karena sifatnya lebih holistik. Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) adalah salah satu nonfarmakologis yang layak untuk
dikombinasikan dengan terapi farmakologis. Hal ini dikarenakan target terapi
SEFT sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yaitu psikososiospiritual. SEFT yang
berasal dari kekuatan dalam tubuh pasien sendiri dan tidak menimbulkan efek
samping berbahaya karena merupakan tindakan nonfarmakologis dan dapat menekan
respon psikologis negatif klien dalam beberapa waktu yang cukup lama.
B. Saran
Metode SEFT diharapkan dapat diajdikan salah satu intervensi
perawatan dalam menangani manajemen nyeri. Dengan rekomendasi tersebut maka
keluarga dan pasien juga mendapatkan informasi tentang teknik ini
utnuk kelanjutan pada keluhan nyeri yang berlangsung lama, khususnya pada
pasien kanker. Teknik ini dapat juga dimasukkan sebagai intervensi dalam
menangani nyeri pada pasien rawat jalan.
DAFTAR
PUSTAKA
roinalrois.blogspot.com/2014/06/terapi-eftseft-makalah.html
jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/viewfile/98/92
Komentar
Posting Komentar